Rahasia Di Balik Vaksinasi....
SEORANG dokter di sebuah kota kecil di Jawa Barat beberapa tahun yang lalu
berkata dalam sebuah forum: “Tiga anak saya satupun tidak ada yang diimunisasi.
Dan mereka semua baik-baik saja!” Pernyataan sang dokter sontak membuat semua
orang yang tengah bersamanya terkejut. Sebagian mengernyitkan kening. Sebagian
lain tampak sudah tahu dari berbagai referensi terutama internet. Sebagian lain
tiba-tiba saja menjadi was-was.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, imunisasi menjadi sebuah perhatian
besar bagi keluarga muda yang melek media dan teknologi.
Jika kita merunut sejarah vaksin modern yang dilakukan oleh Flexner
Brothers, kita dapat menemukan bahwa kegiatan mereka dalam penelitian tentang
vaksinasi pada manusia didanai oleh Keluarga Rockefeller. Rockefeller sendiri
adalah salah satu keluarga Yahudi yang paling berpengaruh di dunia, dan mereka
adalah bagian dari Zionisme Internasional.
Dan kenyataannya, mereka adalah pendiri WHO dan lembaga strategis lainnya :
The UN’s WHO was established by the Rockefeller family’s foundation in 1948 the
year after the same Rockefeller cohort established the CIA. Two years later the
Rockefeller Foundation established the U.S. Government’s National Science
Foundation, the National Institute of Health (NIH), and earlier, the nation’s
Public Health Service (PHS). (Dr. Leonard Horowitz dalam “WHO Issues H1N1 Swine
Flu PropagAnda”).
Dilihat dari latar belakang WHO, jelas bahwa vaksinasi modern (atau kita
menyebutnya imunisasi) adalah salah satu campur tangan (baca : konspirasi)
Zionisme dengan tujuan untuk menguasai dan memperbudak seluruh dunia dalam “New
World Order” mereka.
Apa Kata Para Ilmuwan Tentang Vaksinasi?
“Satu-satunya vaksin yang aman adalah vaksin yang tidak pernah digunakan.”
(Dr. James R. Shannon, mantan direktur Institusi Kesehatan Nasional Amerika).
“Vaksin menipu tubuh supaya tidak lagi menimbulkan reaksi radang. Sehingga
vaksin mengubah fungsi pencegahan sistem imun.” (Dr. Richard Moskowitz, Harvard
University).
“Kanker pada dasarnya tidak dikenal sebelum kewajiban vaksinasi cacar mulai
diperkenalkan. Saya telah menghadapi 200 kasus kanker, dan tak seorang pun dari
mereka yang terkena kanker tidak mendapatkan vaksinasi sebelumnya.” (Dr. W.B.
Clarke, peneliti kanker Inggris).
“Ketika vaksin dinyatakan aman, keamanannya adalah istilah relatif yang
tidak dapat diartikan secara umum.” (dr. Harris Coulter, pakar vaksin
internasional)
“Kasus polio meningkat secara cepat sejak vaksin dijalankan. Pada tahun
1957-1958 peningkatan sebesar 50%, dan tahun 1958-1959 peningkatan menjadi
80%.” (Dr. Bernard Greenberg, dalam sidang kongres AS tahun 1962).
“Sebelum vaksinasi besar besaran 50 tahun yang lalu, di negara itu (Amerika)
tidak terdapat wabah kanker, penyakit autoimun, dan kasus autisme.” (Neil Z.
Miller, peneliti vaksin internasional).
“Vaksin bertanggung jawab terhadap peningkatan jumlah anak-anak dan orang
dewasa yang mengalami gangguan sistem imun dan syarat, hiperaktif, kelemahan
daya ingat, asma, sindrom keletihan kronis, lupus, artritis reumatiod,
sklerosis multiple, dan bahkan epilepsi. Bahkan AIDS yang tidak pernah dikenal
dua dekade lalu, menjadi wabah di seluruh dunia saat ini.” (Barbara Loe Fisher,
Presiden Pusat Informasi Vaksin Nasional Amerika).
“Tak masuk akal memikirkan bahwa Anda bisa menyuntikkan nanah ke dalam tubuh
anak kecil dan dengan proses tertentu akan meningkatkan kesehatan. Tubuh punya
cara pertahanan tersendiri yang tergantung pada vitalitas saat itu. Jika dalam
kondisi fit, tubuh akan mampu melawan semua infeksi, dan jika kondisinya sedang
menurun, tidak akan mampu. Dan Anda tidak dapat mengubah kebugaran tubuh
menjadi lebih baik dengan memasukkan racun apapun juga ke dalamnya.” (Dr.
William Hay, dalam buku “Immunisation: The Reality behind the Myth”).
Dan masih banyak lagi pendapat ilmuwan yang lainnya. Dan ternyata faktanya
di Jerman para praktisi medis, mulai dokter hingga perawat, menolak adanya
imunisasi campak. Penolakan itu diterbitkan dalam “Journal of the American
Medical Association” (20 Februari 1981) yang berisi sebuah artikel dengan judul
“Rubella Vaccine in Suspectible Hospital Employees, Poor Physician
Participation”. Dalam artikel itu disebutkan bahwa jumlah partisipan terendah
dalam imunisasi campak terjadi di kalangan praktisi medis di Jerman. Hal ini
terjadi pada para pakar obstetrik, dan kadar terendah lain terjadi pada para
pakar pediatrik. Kurang lebih 90% pakar obstetrik dan 66% parak pediatrik
menolak suntikan vaksin rubella.
Apa rahasia di balik vaksin dan imunisasi
Menurut penelitian tentang imunisasi yang telah di lakukan sejak beberapa
tahun lalu. Vaksin yang telah diproduksi dan dikirim ke berbagai tempat di
belahan bumi ini (terutama negara muslim, negara dunia ketiga, dan negara
berkembang), adalah sebuah proyek untuk mengacaukan sifat dan watak generasi
penerus di negara-negara tersebut. Vaksin tersebut dibiakkan di dalam tubuh
manusia yang bahkan kita tidak ketahui sifat dan asal muasalnya. Kita tahu
bahwa vaksin didapat dari darah sang penderita penyakit yang telah berhasil
melawan penyakit tersebut. Itu artinya dalam vaksin tersebut terdapat DNA sang
inang dari tempat virus dibiakkan tersebut. Pernahkah Anda berpikir apabila DNA
orang asing ini tercampur dengan bayi yang masih dalam keadaan suci?
DNA adalah berisi cetak biru atau rangkuman genetik leluhur-leluhur kita
yang akan kita warisi. Termasuk sifat, watak, dan sejarah penyakitnya. Lalu apa
jadinya apabila DNA orang yang tidak kita tahu asal usul dan wataknya bila
tercampur dengan bayi yang masih suci? Tentunya bayi tersebut akan mewarisi
genetik DNA sang inang vaksin tersebut.
Pernahkan Anda terpikir apabila sang inang vaksin tersebut dipilih dari
orang-orang yang terbuang, kriminal, pembunuh, pemerkosa, peminum alkohol, dan
sebagainya?
Dari banyak sumber yang saya dengar selama ini, penelitian tentang virus
dilakukan kepada para narapidana untuk menghemat biaya penelitian, atau malah
mungkin hal itu disengaja? Zat-zat kimia berbahaya dalam vaksin. Vaksin
mengandung substansi berbahaya yang diperlukan untuk mencegah infeksi dan
meningkatkan performa vaksin. Seperti merkuri, formaldehyde, dan aluminium,
yang dapat membawa efek jangka panjang seperti keterbelakangan mental, autisme,
hiperaktif. alzheimer, kemandulan, dll. Dalam 10 tahun terakhir, jumlah anak
autis meningkat dari antara 200 – 500 % di setiap negara bagian di Amerika.
Babi dalam Vaksin?
Penggunaan asam amino binatang babi dalam vaksin bukanlah berita yang baru.
Bahkan kaum Muslim dan Yahudi banyak yang menentang hal ini karena babi memang
diharamkan, seperti tertuang dalam Qur’an ayat berikut : “Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,” (Qur’an surah Al-Maidah (5) ayat 3).
Bahkan dalam Perjanjian Lama (Taurat) juga disebutkan : “Jangan makan babi.
Binatang itu haram karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak.
Dagingnya tidak boleh dimakan dan bangkainya pun tak boleh disentuh karena
binatang itu haram.”(Imamat 11 : 7-8).
Lalu mengapa Allah mengharamkan Babi? [sa/islampos/ksccenter/berbagaisumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar